A.
Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai
sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry,
misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry
Report – mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite
Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar
mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam
memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholderskhususnya, dan stakeholders pada
umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur,
manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan
perusahaan di lingkungan tertentu.
Sejumlah
negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara
mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit
perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG
sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya.
Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan,
dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya.
Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan
dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability,
dan tentu sajafairness.
Sementara
itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai
utama yaitu:Accountability, Transparency, Predictability dan Participation.
Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia.
Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang
digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke
arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan
akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap
memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas
bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap
diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering
juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang
awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari
Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan
tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen.
Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan
Indonesia yang benar.
Dari
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1.
Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2.
Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan
yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan
penyalahgunaan aset perusahaan.
3.
Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian,
berikut pengukuran kinerjanya.
B.
Arti penting Good Corporate Governance (GCG)
GCG
diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan
konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh
tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh
masing-masing pilar adalah:
Negara
dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim
usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement) .
Dunia
usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan
usaha.
Masyarakat
sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak
dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social
control) secara obyektif dan bertanggung jawab.
Good
Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) adalah suatu subjek yang
memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan
adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan
tanggung jawab/ mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk
memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham.
Fokus
utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola
perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang
merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku
kepentingan, yang menunjuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap
pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Sampai
saat ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan GCG yang
dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan. Tidak terbentuknya definisi yang
akomodatif bagi semua pihak yang berkepentingan dengan GCG disebabkan karena
cakupan GCG yang lintas sektoral.
Definisi CGC menurut Bank Dunia adalah
aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik
perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan
wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan
kreditur). Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendaliaan
dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber
daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.
Inti
dari kebijakan tata kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang berperan
dalam menjalankan perusahaan memahami dan menjalankan fungsi dan peran sesuai
wewenang dan tanggung jawab. Pihak yang berperan meliputi pemegang saham, dewan
komisaris, komite, direksi, pimpinan unit dan karyawan.
Konsep Good
Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah saatnya
diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena
melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari
unsur-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme
kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik secara
intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi
kepentingan shareholders dan stakeholders.
C. Prinsip-prinsip
dalam Good Corporate Governance (GCG)
Dalam
Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good Corporate Governance harus
mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :
1.
Transparency (Keterbukaan Informasi)
Yaitu
keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-undang seperti misalnya mengumukan
pendirin PT dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun Surat Kabar.
Serta keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah keterbukaan
informasi ataupun dalam hal penerapan management keterbukaan, informasi
kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu baik kepada
share holders maupun stakeholder.
Dalam
mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi
yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat
mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan
berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu.
Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan
secara mudah pada saat diperlukan.
Ada
banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat
mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan
perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap
secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka
dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi
dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan
kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.
2. Accountability
(Dapat Dipertanggungjawabkan)
3. Responsibility
(Pertanggungjawaban)
Adanya
keterbukaan informasi dalam bidang financial dalam hal ini ada dua pengendalian
yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional
perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap jalannya
perusahaan oleh Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga sudah
sepatutnya dalam suatu perseroan, Komisaris Independent mutlak diperlukan
kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya mekanisme, peran dan tanggung
jawab jajaran manajemen yang professional atas semua keputusan dan kebijakan
yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional perseroan.
Pertanggungjawaban
perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak,
hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan
kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.
Beberapa
contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kebijakan
sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”. Ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini,
dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya
itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah,
perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan
Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin
loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan
mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi
pemegang saham.
Kebijakan
perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga
merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini
menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar.
Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan
perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan
tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan
pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.
4. Fairness
(Kewajaran)
Secara
sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil
dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga
mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan
untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang saham minoritas – dari
berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider
trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan),
dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang
dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan,
penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Fairness diharapkan
membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati),
sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur
dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada
perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di
atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin
perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun
seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa
diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan
yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif.
Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas
hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan
perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara
(litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan
dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik
mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat
terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.
Prinsip
GCG yang paling relevan dengan pengembangan sistem dan mekanisme internal
perusahaan adalahaccountability. Berdasarkan prinsip ini, pertama-tama
masing-masing komponen perusahaan, seperti komisaris, direksi, internal auditor
dituntut untuk mengerti hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawabnya. Hal
tersebut penting sehingga masing-masing komponen mampu melaksanakan tugas
secara professional.
Dengan
demikian masing-masing pihak baik Direksi maupun Komisaris perlu mengamankan
investasi dan aset perusahaan. Dalam hal ini Direksi harus memiliki sistem dan
pengawasan internal, yang meliputi bidang keuangan, operasional, risk
management dan kepatuhan (compliance). Sedangkan Komisaris menjaga agar
tidak terjadi mismanagement dan penyalahgunaan wewenang oleh Direksi dan para
pejabat eksekutif perusahaan.
D. Tujuan
Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan
sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:
Meningkatkan
efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan
kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan
stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi
tantangan organisasi kedepan
Meningkatkan
legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
Mengakui
dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders.
Dalam
menerapkan nilai-nilai Tata Kelola Perusahaan, Perseroan menggunakan pendekatan
berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang baik. Berdasarkan keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat
yang tinggi untuk menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan
bahwa Tata Kelola Perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan
unit organisasi, Perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh
karyawan. Selain acuan yang disusun sendiri, Perseroan juga mengadopsi
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis
sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian
diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan
berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis.
Dengan
pemberlakukan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
akankah implementasi GCG di Indonesia akan terwujud ? Hal ini tergantung pada
penerapan dan kesadaran dari perseroan tersebut akan pentingnya prinsip GCG
dalam dunia usaha.
E. Manfaat
dan Faktor Penerapan GCG
Seberapa
jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi
faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali
hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi
internasional saat ini. Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya
peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh
dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar
modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka
penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu.
Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing,
penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor
domestik terhadap perusahaan.
Di
samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
Mengurangi agency
cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat
pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa
kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing),
ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal
tersebut.
Mengurangi
biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan
yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang
dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko
perusahaan.
Meningkatkan
nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut
kepada publik luas dalam jangka panjang.
4.
Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang
berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan
berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka
mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala
tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Faktor
Eksternal
Yang
dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar
perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a.
Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi
hukum yang konsisten dan efektif.
b.
Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang
diharapkan dapat pula melaksanakanGood Governance dan Clean Government
menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c.
Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat
menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata
lain, semacam benchmark (acuan).
Terbangunnya
sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini
penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai
kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara
sukarela.
Hal
lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi
GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang
di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah
kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan
bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor
perusahaan dalam implementasi GCG.
Faktor
Internal
Maksud
faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang
berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
a.
Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG
dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b.
Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada
penerapan nilai-nilai GCG.
c.
Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah
standar GCG.
d.
Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e.
Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan
langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan
mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu
ke waktu.
Komentar :
Good
Corporate Governance (GCG) telah menjadi sebuah istilah dan gerakan yang
hangat dibicarakan dalam 10 tahun terakhir ini. Tidak dapat dipungkiri,
institusi-institusi seperti World Bank, IMF, OECD, APEC, dan ADB turut
mendorong tuntutan penerapan GCG secara konsisten dan komprehensif di berbagai
perusahaan, khususnya setelah krisis Asia dancollapse-nya beberapa perusahaan
raksasa di Amerika Serikat dan Eropa di penghujung tahun 90-an dan awal tahun
2000-an.
Sehubungan
dengan itu, hingga saat ini istilah GCG itu sendiri belum mendapatkan padanan
yang tepat dalam bahasa Indonesia. Banyak perusahaan tetap menggunakan istilah
GCG. Istilah – GCG – merujuk pada pengertian yang sama yakni sebagai:
Suatu
pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD,
BOC, dan RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara
berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan
para stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan
norma yang berlaku.
Sumber :
Miko
Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi GCG, www.alf.com, 2008
Sita
Supomo, Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Prinsip GCG, Email: