Ada kabar cukup menggembirakan bagi industri perbankan. Alih-alih
memungut sekaligus, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengutip iuran industri
bank secara bertahap.
Mulai tahun depan, pengawasan perbankan akan berpindah dari Bank
Indonesia ke OJK. Pada saat itu, bank mesti mulai membayar fee alias komisi ke
OJK.
Tahun 2014, bank cukup membayar dua per tiga atau sekitar 66% dari
tarif iuran OJK. Bank baru membayar tarif penuh mulai tahun 2015. Selain itu,
biar terasa ringan, pembayaran dicicil sebesar 25% pada tiap kuartal.
Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK,
menjelaskan, pungutan secara bertahap agar iuran tidak memberatkan industri
perbankan. Sehingga, bank tidak perlu mengeluarkan banyak dana pada masa-masa
awal OJK mengawasi perbankan.
Pada awalnya, iuran tahunan perbankan dipatok sebesar 0,06% dari
total aset bank. Setelah mendengar masukan dari bankir, OJK sepakat menurunkan
tarif tersebut.
Sayang, Nelson enggan membeberkan besaran tarif pungutan terbaru.
Sebab, tarif pungutan OJK masih menunggu keputusan final dari presiden. Sekadar
informasi, iuran perbankan ke OJK kabarnya sebesar 0,04% sampai 0,05% dari
aset.
Bankir tetap keberatan
Meski pembayaran bertahap dan bisa dicicil, para bankir tampaknya
masih merasa berat lantaran harus membayar iuran. Maklum, selama ini, BI
sebagai regulator dan pengawas bank tidak memungut iuran kepada bank.
Eko Budiwiyono, Ketua Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), sekaligus
Direktur Utama Bank DKI, mengusulkan agar iuran OJK diambil dari premi
penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebab, bank sudah membayar premi
yang cukup besar kepada LPS. Sementara, “LPS cuma menjamin simpanan nasabah
sampai Rp 2 miliar,” kata Eko.
Jadi, menurut Eko, operasionalisasi OJK mestinya bisa dibiayai dari
setoran premi penjaminan LPS. Namun, keputusan iuran industri bank tentu
menjadi kewenangan OJK sebagai regulator.
Yang jelas, apakah pembayaran bertahap atau langsung, pungutan OJK
akan menambah biaya bank. Alhasil, bank akan membebankan biaya tersebut pada
biaya produk dan layanan.
Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP, juga menilai,
iuran industri perbankan kepada OJK akan menambah beban perbankan. Meski
begitu, Parwati tidak mempermasalahkan iuran OJK itu, sepanjang ada nilai
tambah yang diperoleh oleh perbankan.
Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja, menilai
beban industri perbankan ke depan akan makin berat. Selain mesti membayar
pungutan OJK dan premi LPS, bank mesti mengerek biaya dana yang meningkat
akibat kenaikan suku bunga acuan alias BI rate.
Apalagi, biaya tenaga kerja juga terus naik dan inflasi kian tinggi.
Meski begitu, Jahja menilai pungutan OJK ibarat pajak yang mesti dibayar. “Asal
tidak mengganggu profitabilitas bank,” harapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar