Senin, 28 Desember 2015

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

A.    Definisi Good Corporate Governance (GCG)

Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report – mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholderskhususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu  fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu sajafairness.

Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu:Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.

Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1.    Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2.    Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3.    Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

B.     Arti penting Good Corporate Governance (GCG)
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:

Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement) .
Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.

Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab/ mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. 
Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi,  dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menunjuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.

Sampai saat ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan GCG yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan. Tidak terbentuknya definisi yang akomodatif bagi semua pihak yang berkepentingan dengan GCG disebabkan karena cakupan GCG yang lintas sektoral. 
Definisi CGC menurut Bank Dunia adalah aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur). Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendaliaan dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.

Inti dari kebijakan tata kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang berperan dalam menjalankan perusahaan memahami dan menjalankan fungsi dan peran sesuai wewenang dan tanggung jawab. Pihak yang berperan meliputi pemegang saham, dewan komisaris, komite, direksi, pimpinan unit dan karyawan.

Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.

C. Prinsip-prinsip dalam  Good Corporate Governance (GCG)
Dalam Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good Corporate Governance harus mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :

1.      Transparency (Keterbukaan Informasi)

Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-undang seperti misalnya mengumukan pendirin PT dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun Surat Kabar. Serta keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah keterbukaan informasi ataupun dalam hal penerapan management keterbukaan, informasi kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu  baik kepada share holders maupun stakeholder.

Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.

Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.

2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)

3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Adanya keterbukaan informasi dalam bidang financial dalam hal ini ada dua pengendalian yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan oleh Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga sudah sepatutnya dalam suatu perseroan, Komisaris Independent  mutlak diperlukan kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya mekanisme, peran dan tanggung jawab jajaran manajemen yang professional atas semua keputusan dan kebijakan yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional perseroan.

Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.

Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat  “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.

Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.

4. Fairness (Kewajaran)

Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.

Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.

Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.

Prinsip GCG yang paling relevan dengan pengembangan sistem dan mekanisme internal perusahaan adalahaccountability. Berdasarkan prinsip ini, pertama-tama masing-masing komponen perusahaan, seperti komisaris, direksi, internal auditor dituntut untuk mengerti hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawabnya. Hal tersebut penting sehingga masing-masing komponen mampu melaksanakan tugas secara professional.

Dengan demikian masing-masing pihak baik Direksi maupun Komisaris perlu mengamankan investasi dan aset perusahaan. Dalam hal ini Direksi harus memiliki sistem dan pengawasan internal, yang meliputi bidang keuangan, operasional, risk management dan kepatuhan (compliance). Sedangkan Komisaris menjaga agar tidak terjadi mismanagement dan penyalahgunaan wewenang oleh Direksi dan para pejabat eksekutif perusahaan.

D. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:

Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan

Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan

Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders.
Dalam menerapkan nilai-nilai Tata Kelola Perusahaan, Perseroan menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan  yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa Tata Kelola Perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi, Perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain acuan yang disusun sendiri,  Perseroan juga mengadopsi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis.
Dengan pemberlakukan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas akankah implementasi GCG di Indonesia akan terwujud ? Hal ini tergantung pada penerapan dan kesadaran dari perseroan tersebut akan pentingnya prinsip GCG dalam dunia usaha.

E. Manfaat dan Faktor Penerapan GCG

Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi.  Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini.  Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu.  Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.

Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.

Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.

4.   Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a.    Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b.    Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakanGood Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c.    Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).

Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja.  Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.

Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
a.     Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b.    Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
c.    Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
d.    Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e.    Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.

Komentar :
Good Corporate Governance (GCG) telah menjadi sebuah istilah dan gerakan yang hangat dibicarakan dalam 10 tahun terakhir ini. Tidak dapat dipungkiri, institusi-institusi seperti World Bank, IMF, OECD, APEC, dan ADB turut mendorong tuntutan penerapan GCG secara konsisten dan komprehensif di berbagai perusahaan, khususnya setelah krisis Asia dancollapse-nya beberapa perusahaan raksasa di Amerika Serikat dan Eropa di penghujung tahun 90-an dan awal tahun 2000-an.

Sehubungan dengan itu, hingga saat ini istilah GCG itu sendiri belum mendapatkan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia. Banyak perusahaan tetap menggunakan istilah GCG. Istilah – GCG – merujuk pada pengertian yang sama yakni sebagai:

Suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, dan RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan para stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Sumber :
Miko Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi GCG, www.alf.com, 2008
Sita Supomo, Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Prinsip GCG, Email:


Rabu, 18 November 2015

Kasus Etika Profesi Akuntansi

Kasus Mulyana W. Kusuma
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya. Setelah   lewat  satu   bulan,   ternyata  laporan  tersebut   belum   selesai  dan  disepakati   pemberian   waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah.
Dalam   penangkapan  tersebut,  tim  intelijen   KPK  bekerjasama   dengan   auditor   BPK.   Menurut   versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka. Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.

Analisa : Dalam kasus ini terdapat pelanggaran kode etik dimana auditor telah melakukan hal yang   seharusnya   tidak   dilakukan   oleh   seorang   auditor   dalam   mengungkapkan   kecurangan. Auditor telah melanggar prinsip keempat etika profesi yaitu objektivitas, karena telah memihak salah satu pihak dengan dugaan adanya kecurangan. Auditor juga melanggar prinsip kelima etika profesi akuntansi yaitu kompetensi dan kehati-hatian professional, disini auditor dianggap tidak mampu   mempertahankan   pengetahuan   dan   keterampilan   professionalnya   sampai   dia   harus melakukan penjebakan untuk membuktikan kecurangan yang terjadi

Istilah Baru Dalam Laporan Keuangan Berdasarkan PSAK 1

PSAK 1 (revisi 2009)
      Menurut PSAK No. 1, laporan keuangan yang lengkap terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,catatan atas laporan keuangan, dan laporan posisi keuangan pada awal periode. Laporankeuangan bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk menjamin para pemakailaporan keuangan bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan standarakuntansi keuangan. Para pemakai laporan keuangan tersebut meliputi investor,karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.Tujuan PSAK No. 1 adalah untuk memastikan penyajian informasi yang dapat di perbandingkan dengan menyajikan laporan keuangan entitas periode sebelumnya dan dengan menyajikan laporan keuangan entitas lainnya. Laporan keuangan disusun berdasarkan atas kelangsungan hidup usaha, jika manajemen tidak bermaksud untukmelikuidasi atau menghentikan perdagangan. Suatu entitas menyusun laporankeuangannya, kecuali untuk informasi arus kas.

Laporan Posisi Keuangan / Neraca
      Laporan posisi keuangan atau neraca adalah suatu daftar yang menunjukan posisi keuangan, yaitu komposisi dan jumlah asset, liabilitas, dan ekuitas darisuatu entitas tertentu pada suatu tanggal tertentu. Entitas biasanya menyajikanlaporan posisi keuangan dengan memisahkan asset lancer dan liabilitas lancerdari asset tidak lancer dan liabilitas tidak lancar.

1.         Laporan Laba-Rugi Komprehensif
PSAK No. 1 memperkenalkan laporan laba rugi komprehensif yaitu laporanyang memberikan informasi mengenai kinerja entitas yang menimbulkan perubahan pada jumlah ekuitas entitas yang bukan berasal daritransaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, misalnya setoran modal atau pembagian dividen laba rugi komprehensif tediri atas :
a.       Laba Rugi. 
b.      Pendapatan Komprehensif Lain.

2.         Laporan Perubahan Ekuitas
Untuk suatu entitas usaha berbentuk badan hokum perseroan terbatas (PT), laba yang ditahan dan tidak dibagikan sebagai dividen disajikan dalam neraca sebagai bagian dari ekuitas.

3.         Laporan Arus Kas
Infomasi kas dan setara kas serta arus penerimaan dan pengunaan dana kas dan setara kas adalah informasi yang sangat penting dan penggunaan dana kas dan setara kas adalah informasi yang sangat penting dan berguna untuk di laporkankepada pada pemangku kepentingan. Penyusunan arus kas dapat dilakukan berdasarkan metode langsung maupun metode tidak langsung.

4.         Catatan atas Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendapatan komprehensif, laporan laba rugi terpisah, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan naratif atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pos-pos yang tidak memenuh criteria pengakuan dalam laporan keuangan.

Sumber :




Kerangka Konseptual Akuntansi


Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) adalah suatu sistem koheren yang terdiri dari tujuan dan konsep fundamental yang saling berhubungan, yang menjadi landasan bagi penetapan standar yang konsisten dan penentuan sifat, fungsi, serta batas- batas dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan

Yang dimaksud tujuan adalah tujuan pelaporan keuangan. Sedangkan fundamentals (kaidah-kaidah pokok) adalah konsep-konsep yang mendasarai akuntansi keuangan, yakni yang menuntun kepada pemilihan transaksi, kejadian, dan keadaan-keadaan yang harus dipertanggungjawabkan, pengakuan dan pengukurannya, cara meringkas serta mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

TINGKAT PERTAMA : TUJUAN DASAR

Tujuan pelaporan keuangan (objectives of financial reporting) adalah untuk menyediakan informasi :
1.      Yang berguna bagi mereka yang memiliki pemahaman memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi untuk membuat keputusan investasi serta kredit;
2.      Untuk membantu investor yang ada dan potensial, kreditor yang ada dan potensial, serta pemakai lainnya dalam menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas masa depan;
3.      Tentang sumber daya ekonomi, klaimterhadap sumber daya tersebut, dan perubahan di dalamnya.
Tujuan (objectives) dimulai dengan lebih banyak berfokus pada informasi yang berguna bagi para investor dan kreditor dalam membuat keputusan. Fokus ini lalu menyempit pada kepentingan investor dan kreditor atas prospek penerimaan kas dari investasi mereka dalam, atau dari pinjaman yang telah mereka berikan ke entitas bisnis. Pada akhirnya, tujuan berfokus pada laporan keuangan yang menyediakan informasi yang berguna untuk menilai prospek arus kas yang akan diterima entitas bisnis yaitu arus kas yang menjadi harapan investor dan kreditor. Pendekatan ini dikenal sebagai kegunaan keputusan (decision usefulness).
Dalam menyediakan informasi kepada pemakai laporan keuangan, profesi akuntan mengandalkan laporan keuangan bertujuan-umum(general-purpose financial statement), yaitu menyediakan informasi paling bermanfaat dengan biaya minimal kepada berbagai kelompok pemakai

TINGKAT KEDUA : KONSEP-KONSEP FUNDAMENTAL

Karakteristik Kualitatif Informasi Akuntansi
Agar berguna dalam pengambilan keputusan (decision usefulness), informasi akuntansi harus memiliki dua kualitas yaitu kualitas primer dan kualitas sekunder. Tentu saja terdapat beberapa kendala untuk mencapai dua kualitas tersebut.
A.      Kualitas Primer
Relevansi (relevance) dan keandalan (reliability) harus melekat pada informasi akuntansi.

1.      Relevansi.
Agar relevan informasi akuntansi harus mampu membuat perbedaan dalam sebuah keputusan. Informasi itu mampu mempengaruhi pengambilan keputusan dan berkaitan erat dengan keputusan yang akan diambil, jika tidak berarti informasi tersebut dikatakan tidak relevan. Informasi  yang relevan harus memiliki nilai umpan balik (feed-back value), yakni mampu membantu menjustifikasi dan mengoreksi harapan masa lalu. Informasi juga harus memiliki nilai prediktif (predictive value) yakni dapat digunakan untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.Selain itu kualitas relevan juga harus mempunyai substansi tepat waktu (timeliness). Informasi harus disajikan kepada para pemakai sebelum informasi itu kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan.

2.      Keandalan.
Informasi dianggap andal jika dapat diverifikasi,  netral, disajikan secara tepat serta bebas dari kesalahan dan bias (penyimpangan). Keandalan sangat diperlukan bagi individu-individu pemakai yang tidak memiliki waktu atau keahlian untuk mengevaluasi isi faktual dari informasi. Realibilitas sangat diperlukan oleh individu-individu yang tidak memiliki waktu atau keahlian untuk mengevaluasi isi faktual dari informasi.
·         Daya Uji (verifiability): ditunjukkan ketika pengukur-pengukur independen, dengan menggunakan metode pengukuran yang sama, mendapatkan hasil yang serupa.
·         Ketepatan penyajian (representational faithfulness): angka-angka dan penjelasan dalam laporan keuangan mewakili apa yang benar-benar ada dan terjadi.
·         Netralitas(neutrality): informasi tidak dapat dipilih untuk kepentingan sekelompok pemakai tertentu. Info yang disajikan harus faktual, benar dan tidak bias.

3.        Keberdayaujian (verifiability).
Informasi harus dapat diuji kebenarannya. Dapat diujinya kebenaran informasi akuntansi berdasar pada keobyektifan dan konsensus. Contoh, keandalan informasi harga perolehan fixed assets harus diuji berdasar data masa lalu yang terekam pada faktur (keobyektifan). Tetapi keandalan informasi tentang depresiasi aktiva tetap itu adalah berdasarkan konsensusa mengenai metode depresiasi yang digunakan, taksiran nilai residu, dan taksiran umur ekonomis.

4.        Kenetralan (neutrality).
Informasi akuntansi dimaksudkan untuk memenuhi tujuan berbagai kelompok pemakai. Oleh karena itu harus bebas dari usaha-usaha untuk memberikan keuntungan lebih kepada kelompok tertentu.

5.        Kejujuran penyajian (representational faithfulness).
Penyajian yang jujur berarti adanya kesesuaian antara fakta dan informasi yang disampaikan.

B.      Kualitas Sekunder
Kualitas sekunder yang harus dimiliki informasi akuntansi adalah keberdayabandingan  (comparability) dan konsistensi (consistency).

1.       Keberdayabandingan.  Informasi akuntansi akan lebih bermanfaat jika dapat diba ndingkan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain dalam satu industri (perbandingan horizontal) atau membandingkan perusahaan yang sama untuk periode yang berbeda (perbandingan vertikal). Jadi diperlukan standar dan ukuran tertentu.

2.       Konsistensi.  Sebuah entitas  dikatakan konsisten dalam menggunakan standar akuntansi apabila  mengaplikasikan perlakuan akuntansi (metode akuntansi) yang sama untuk kejadian-kejadian serupa, dari periode ke periode.

Kendala-Kendala.
Terdapat  dua kendala yang mempengaruhi tercapainya kualitas informasi seperti yang telah dijelaskan, yaitu pertimbangan manfaat-biaya dan tingkat materialitas. Dua kendala lainnya yang kurang dominan tapi merupakan bagian dari lingkungan pelaporan adalah praktek industri dan konservatisme.
1.       Pertimbangan manfaat-biaya (cost-effectiveness). Untuk menghasilkan informasi yang relevan,andal, berdaya banding, dan konsisten dibutuhkan biaya yang mahal. Oleh karena biaya dan terutama manfaat tidak mudah diukur, maka mempertimbangkan hubungan manfaat-biaya menjadi masalah
2.       Materialitas (materiality) berhubungan dengan dampak suatu item terhadap operasi keuangan perusahaan secara keseluruhan. Suatu item akan dianggap material jika pencantuman atau pengabaian item tersebut mempengaruhi atau mengubah penilaian seorang pemakai laporan keuangan. Baik faktor-faktor kuantitatif maupun kualitatif harus dipertimbangkan dalam menentukan apakan suatu item material atau tidak.
3.       Praktik industri.(industry practices) Sifat unik dari sejumlah industri  dan perusahaan terkadang memerlukan penyimpangan dari teori dasar.
4.       Konservatisme (conservatism) berarti jika ragu, maka pilihlah solusi yang sangat kecil kemungkinannya dalam menghasilkan penetapan laba dan aktiva yang terlalu tinggi. Tujuan dari konvensi ini, jika diaplikasikan secara tepat adalah menyediakan pedoman yang paling rasional dalam situasi sulit : jangan menyajikan angka laba bersih dan aktiva bersih yang terlalu tinggi.

Elemen-elemen Laporan Keuangan.
SFAC No. 6 menetapkan sepuluh elemen utama laporan keuangan. Cakupannya bukan hanya perusahaan yang berorientasi laba, tetapi juga organisasi nirlaba. Elemen-elemen laporan keuangan bagi organisasi yang berorientasi laba meliputi 10 macam,  yaitu : aktiva, kewajiban, ekuitas, investasi oleh pemilik, distribusi kepada pemilik, laba komprehensif, pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian. Adapun bagi organisasi nirlaba ada 7 macam, yaitu : aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian.

TINGKAT KETIGA : PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Tingkat ketiga kerangka konseptual terdiri dari konsep-konsep yang dipakai untuk mengimplementasikan tujuan dasar dari tingkat pertama. Konsep-konsep ini menjelaskan apa, kapan, dan bagaimana unsur-unsur serta kejadian keuangan harus diakui, diukur, dan dilaporkan oleh sistem akuntansi.

Asumsi-Asumsi Dasar.
Asumsi-asumsi  menyediakan satu landasan bagi profesi akuntansi. Jadi, asumsi dasar akuntansi adalah anggapan-anggapan yang digunakan oleh para akuntan agar akuntansi dapat dipraktikkan.
A.      Asumsi entitas ekonomi (economic entity assumption). Akuntansi memandang bahwa perusahaan merupakan unit yang berdiri sendiri dan terpisah dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan (pemilik, kreditor, karyawan, dan lainnya).
B.      Kesinambungan (going concern). Sebagian besar metode akuntansi di dasarkan pada asumsi kelangsungan hidup yaitu perusahaan bisnis akan memiliki umur yang panjang.pengalaman mengindikasikan bahwa, meskipun banyak mengalami kegagalan bisnis, perusahaan dapat memiliki kelangsungan hidup yang panjang
C.      Asumsi unit moneter ( monetary unit assumption). Akuntansi menggunakan unit moneter sebagai alat pengukur suatu obyek atau aktivitas perusahaan dan menganggap nilai uang adalah stabil dari waktu ke waktu.
D.      Asumsi periodisitas (periodicity assumption). Cara yang paling akurat untuk mengukur hasil operasi perusahaan adalah dengan mengukurnya pada saat perusahaan tersebut di likuidasi. Namun, pengambil keputusan tidak bisa menunggu selama itu untuk menerima informasi semacam itu. Asumsi periodisitas (periodicity assumption) atau periode waktu menyiratkan bahwa aktivitas ekonomi sebuah perusahaan dapat di pisahkan dalam periode waktu artifisial periode waktu ini bervariasi, tetapi yang paling umum yaitu secara bulanan, kuartalan dan tahunan

Prinsip-Prinsip Dasar Akuntansi
A.      Biaya historis (historical cost). GAAP mewajibkan sebagian besar aktiva dan kewajiban diperlakukan dan dilaporkan berdasarkan harga akuisisi. Kos(cost) memiliki keunggulan yang penting dibandingkan penilaian yang lainnya yaitu dapat diandalkan.
B.      Pengakuan pendapatan. Pendapatan umumnya diakui jika (1) telah direalisasi atau dapat direalisasikan dan (2) telah dihasilkan.
C.      Prinsip Penandingan (matching principle).  Beban  untuk suatu periode ditentukan dengan mengaitkannya dengan pendapatan tertentu atau dengan periode tertentu.. Beban diakui :
·         Jika terdapat hubungan langsung atau sebab akibat dengan penjualan produk atau penyerahan jasa,
·         Pada periode terjadinya, yakni pada saat kas dikeluarkan jika tidak terdapat hub. Langsung atau sebab akibat dengan penjualan produk atau jasa,
·         Dengan alokasi yang sistematis dan rasional, jika butir 1 dan 2 tidak terpenuhi. Contoh: depresiasi.
D.      Prinsip Pengungkapan Penuh (full disclosure principle). Mengakui sifat dan jumlah informasi yang dimasukkan dalam laporan keuangan mencerminkan trade off penilaian, seperti :
·         Hal-hal yang harus diungkapkan karena mempengaruhi keputusan pemakai
·         Kebutuhan untuk menyajikan secara penuh agar informasi dapat dipahami.

Sumber :
https://dindaituchdindhoet.wordpress.com/2010/10/19/kerangka-konseptual-fasb/
https://www.academia.edu/7498301/1_Kerangka_konseptual_sesi2_





Kasus Enron dan KAP Arthur Andersen & Sejarah Big Four

Enron adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Perusahaan ini didirikan pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah konsorsium dari Northern American Power and Light Company, Lone Star Gas Company, dan United Lights and Railways Corporation. Kepemilikan konsorsium ini secara bertahap dibubarkan antara 1941 hingga 1947 melalui penawaran saham kepada publik. Pada 1979, Northern Natural Gas mengorganisir dirinya sebagai perusahaan induk, Internorth, yang menggantikan Northern Natural Gas di New York Stock Exchange. Enron sebelum tahun 2001 mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, serta komunikasi.

Pada 2 Desember 2001, Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11 akibat kebangkrutan yang melanda perusahaan tersebut. Kebangkrutan ini disebabkan kegagalan pada proses bisnis dan manajemen (Eiteman, dkk, 2007). Juga akibat adanya penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif.

Jeffrey Skilling menjelaskan kebangkrutan Enron disebabkan terganggunya proses bisnis akibat credit rating perusahaan menurun pada November 2001. Hal ini dikarenakan sebagai perusahaan trading, membutuhkan rating nilai investasi untuk melakukan perdagangan dengan perusahaan lain. Tidak ada nilai yang baik, maka tidak akan ada perdagangan. Terjadinya penurunan nilai rating investasi perusahaan disebabkan hutangnya yang terlalu besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian diklasifikasikan ulang sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya sebesar $13 juta tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan karena terdapat banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak tercatat dalam neraca yang memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi ketidakcocokan saat dilakukan konsolidasi ulang yang kemudian menyebabkan nilai ekuitas perusahaan jatuh.
Pada kasus Enron ini, lembaga-lembaga eksternal juga ikut bertanggung jawab terjadinya kasus tersebut. Diantaranya;

1.      Auditor
Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) adalah kantor akuntan Enron. Tugas dari Andersen adalah melakukan pemeriksaan dan memberikan kesaksian apakah laporan keuangan Enron memenuhi GAAP (generally accepted accounting practices). Andersen, disewa dan dibayar oleh Enron. Andersen juga menyediakan konsultasi untuk Enron, dimana hal ini melebihi wewenang dari akuntan publik umumnya. Selain itu Andersen mengalami konflik kepentingan akibat pembayaran yang begitu besar dari Enron, $5 juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi.

2.      Konsultan hukum
Konsultan hukum Enron, khususnya Vinson & Elkins juga disewa oleh Enron. Konsultan hukum ini bertanggungjawab untuk menyediakan opini hukum atas strategi, struktur, dan legalitas umum atas semua yang dilakukan oleh Enron. Sama dengan Andersen, saat ditanyakan mengapa tidak ikut menghalangi ide dan aktivitas ilegal Enron, konsultan hukum ini menjelaskan bahwa Enron tidak memberikan informasi yang lengkap, khususnya tentang kepemilikan di SPEs.

3.      Regulator
Enron sebagai perusahaan yang melakukan perdagangan di pasar energi diawasi oleh Federal Energy Regulatory Commission (FERC), akan tetapi FERC tidak melakukan pengawasan secara mendalam. Hal ini dikarenakan Enron melakukan aktivitasnya dalam perdagangan listrik tidak di satu negara, yaitu antar negara.

4.      Pasar ekuitas
Sebagai perusahaan publik, Enron diharuskan mengikuti peraturan dari SEC. Akan tetapi dalam pengawasannya SEC, tidak melakukan investigasi secara mendalam atau melakukan konfirmasi ulang terhadap Enron. SEC hanya mengandalkan pada testimoni yang dibuat oleh lembaga lain seperti auditor perusahaan (Arthur Andersen). Sedangkan NYSE mengharuskan Enron memenuhi peraturan perdagangan di NYSE. Berbeda dengan SEC, NYSE tidak hanya melakukan verifikasi firsthand.

5.      Pasar hutang
Enron, seperti perusahaan lainnya menginginkan dan membutuhkan sebuah nilai rating. Sehingga Enron membayar Standard & Poors serta Moody’s untuk
memberikan nilai rating. Rating ini dibutuhkan untuk sekuritas hutang perusahaan yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar. Yang menjadi masalah, perusahaan rating tersebut hanya melakukan analisis sebatas pada data yang diberikan kepada mereka oleh Enron, operasional dan aktivitas keuangan Enron. Terjadi perdebatan apakah perusahaan rating harus memeriksa total hutang perusahaan atau tidak. Khususnya yang berkaitan dengan SPEs.

Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan menyebabkan timbulnya masalah manajemen keuangan yang mendasar pada Enron. Pertumbuhan perusahaan membutuhkan adanya modal eksternal. Tambahan modal dapat diperoleh dari hutang baru dan ekuitas baru. Ken Lay dan Jeff Skilling, enggan untuk menerbitkan jumlah besar dari ekuitas baru. Karena akan mendilusi laba dan jumlah saham yang dipegang oleh pemegang saham. Pilihan menggunakan utang juga terbatas, dengan tingkat utang yang tinggi menyebabkan rating Enron hanya sebesar BBB, tingkat rating yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman, dkk, 2007).

Andrew Fastow bersama dengan asistennya membuat SPEs, alat yang digunakan dalam jasa keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting, pertama; menjual aset-aset yang bermasalah ke rekanan. Enron menghilangkan aset tersebut dari neraca, mengurangi tekanan akibat utang dan menyembunyikan kinerja buruk investasi. Hal ini dapat mendatangkan dana tambahan untuk membiayai kesempatan investasi baru. Kedua; memperoleh pendapatan untuk memenuhi laba yang disyaratkan oleh Wall Street.

SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam bentuk saham tresuri, (2) ekuitas dalam bentuk minimum 3% dari aset yang berasal dari pihak ketiga yang tidak berhubungan, (3) jumlah yang besar dari utang bank. Modal ini berada pada sisi kanan neraca SPEs, akan tetapi pada sisi kiri modal digunakan untuk membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan harga saham SPEs berkaitan dengan harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham Enron ter-apresiasi. Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham Enron ter-depresiasi (Eiteman, dkk, 2007).

Menurunnya harga saham Enron hingga $47 per lembar saham pada bulan Juli 2001, menyebabkan investor curiga. Hal ini menyebabkan Sherron Watkins, wakil presiden Enron mencoba memperingatkan Kenneth Lay dengan membawa 6 lembar surat yang menjelaskan proses akuntan yang tidak wajar sehubungan dengan SPEs dan memperingatkan akan kecurangan proses akuntan. Akan tetapi peringatan Sherron Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay, sehingga terjadilah tsunami di Enron. Harga sahamnya jatuh hingga tersisa $1 per lembar saham yang menyebabkan Enron bangkrut. Pada Bulan Februari 2002, Sherron Watkins dipanggil oleh DPR untuk menjelaskan skandal Enron, tentang aktivitas akuntansi perusahaan. Kemudian Sherron Watkins menjelaskan semua permasalahan tersebut, dan menyebabkan dirinya dijuluki sebagai courageous whistleblower.

Komplikasi skandal ini bertambah, karena belakangan diketahui banyak sekali pejabat tinggi gedung putih dan politisi di Senat Amerika Serikat yang pernah menerima kucuran dana politik dari perusahaan ini. 70 persen senator, baik dari Partai Republik maupun Partai Demokrat, pernah menerima dana politik. Dalam Komite yang membidangi energi, 19 dari 23 anggotanya juga termasuk yang menerima sumbangan dari perusahaan itu. Sementara itu, tercatat 35 pejabat penting pemerintahan George W. Bush merupakan pemegang saham Enron, yang telah lama merupakan perusahaan publik. Dalam daftar perusahaan penyumbang dana politik, Enron tercatat menempati peringkat ke-36, dan penyumbang peringkat ke-12 dalam penggalangan dana kampanye Bush. Akibat pertalian semacam itu, banyak orang curiga pemerintahan Bush dan para politisi telah dan akan memberikan perlakuan istimewa, baik dalam bisnis Enron selama ini maupun dalam proses penyelamatan perusahaan itu.

Kasus Enron dan KAP Arthur Andersen

Kasus Enron melibatkan kantor akuntansi publik Arthur Andersen, manajemen Enron telah melakukan window dressing dengan cara menaikkan pendapatannya senilai US $ 600 juta dan menyembunyikan utangnya sebesar US $ 1,2 miliar dengan teknik off-balance sheet. Auditor Enron, Arthur Andersen kantor Huston dipersalahkan karena ikut membantu proses rekayasa laporan keuangan selama bertahun-tahun. Akhirnya pada waktu yang singkat, Enron melaporkan kebangkrutannya kepada otoritas pasar modal. Arthur Andersen juga dipersalahkan karena telah melakukan pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron. Perbuatan yang dilakukan oleh Arthur Andersen tidak sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) dan Generally Accepted Auditing Standard (GAAS). Seharusnya Arthur Andersen bekerja dengan penuh kehati-hatian sehingga informasi keuangan yang telah diauditnya dapat dipercaya tidak mengandung keragu-raguan.

Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan. Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat. Kronologis, fakta, data dan informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron (debacle), dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.      Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh Pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada publik.

2.      Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan.
a.       Mantan Chief Audit Executif Enron(Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan.
b.      Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c.       Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.

3.  Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.

4.      Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah mempertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.

5.      Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100  juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.

6.      Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama.

7.      Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan.

8.      Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya.

9.      KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.

10.  CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.

11.      Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.

12.      Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika.

13.      Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.

14. KAP Andersen terus menerima konsekuensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningkat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.

15.   Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.

16.      Tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.

17.      Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron.

18.      Tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.

19.      Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan

Dampak Keruntuhan Enron

Keruntuhan perusahaan energi Enron cukup banyak berdampak bagi dunia bisnis internasional. Akibat kebangkrutan Enron pada tahun 2001 sedikitnya 4.000 karyawan kehilangan pekerjaan. Kolapsnya Enron juga mengguncang neraca keuangan para kreditornya yang telah mengucurkan milyaran dolar (JP Morgan Chase dan Citigroup adalah dua kreditor terbesarnya). Para karyawan Enron dan investor kecil-kecilan juga dirugikan karena simpanan hari tua mereka yang musnah. Sebagian besar dana pensiun dan tabungan 20.000 karyawan Enron terikat dalam saham yang kini tanpa nilai.

Banyak lembaga keuangan internasional juga ikut menderita kerugian akibat bangkrutnya Enron, sehingga membuat mereka semakin berhati-hati dalam membidik peluang investasi. Perusahaan-perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal diharuskan memenuhi persyaratan pembeberan (disclosure) yang luar biasa ketat.

Kasus Enron juga melatarbelakangi munculnya Sarbanes Oxley. Sarbanes Oxley adalah nama lain dari undang-undang reformasi perlindungan investor (The Company Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002) yang ditandatangani George Bush bulan Juli tahun 2002 lalu. Banyak yang menyebutkan bahwa undang-undang ini adalah reaksi keras regulator AS terhadap kasus Enron pada akhir tahun 2001. Inti utama dari undang-undang ini adalah upaya untuk lebih meningkatkan pertanggungjawaban keuangan perusahaan publik (good corporate governance). Undang-undang ini berpengaruh signifikan terhadap manajemen perusahaan publik, akuntan publik (auditor), dan pengacara yang berparaktek di pasar modal. Mengingat sifatnya yang sangat ketat dan berdampak luas, undang-undang ini terbilang kontroversial dan menjadi polemik hingga sekarang.

Arthur Andersen LLP (member di Amerika Serikat) yang dianggap ikut bersalah dalam kebangkrutan Enron juga terkena imbasnya. Member Arthur Andersen di beberapa negara seperti, Jepang dan Thailand, telah membuat kesepakatan merger dengan KPMG, Australia dan Selandia Baru dengan Ernest & Young, dan Spanyol dengan Deloitte Touche Tohmatsu. Di Amerika sendiri, aktivitas seluruh member Andersen dibekukan pemerintah. Akibatnya, menurut Asian Wall Street Journal klien-klien Andersen LLP beralih ke berbagai auditor. Antara lain Delotte and Touche (10 persen), KPMG (11 persen), PriceWaterhouseCooper (20 persen), dan Ernst & Young (28 persen). Dan yang berpindah ke auditor-auditor kecil lainnya atau mengaku belum tahu berpindah kemana sebanyak 40 persen. Masih banyak lagi hal-hal yang dipengaruhi oleh keruntuhan Enron, seperti munculnya trauma dalam bursa saham terhadap efek domino skandal Enron. Hal ini membuat para investor mengurangi aktivitasnya di bursa saham sehingga gairah bursa dunia menjadi lesu.

Dampak Kasus Enron dan KAP Andersen
1.      Pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Selain itu, dibentuk pula PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) yang bertugas:
     ·         Mendaftar KAP yang mengaudit perusahaan publik
     ·         Menetapkan atau mengadopsi standar audit, pengendalian mutu, etika, independensi dan                      standar lain yang berkaitan dengan audit perusahaan publik.
     ·         Menyelidiki KAP dan karyawannya, melakukan disciplinary hearings, dan mengenakan                      sanksi jika perlu.
     ·         Melaksanakan kewajiban lain yang diperlukan untuk meningkatkan standar professional di                  KAP
     ·         Meningkatkan ketaatan terhadap SOX, peraturan-peraturan PCAOB, standar professional, peraturan pasar modal yang berkaitan dengan audit perusahaan publik.

2.      Perubahan-perubahan yang ditentukan dalam Sarbanes-Oxley Act
·         Untuk menjamin independensi auditor, maka KAP dilarang memberikan jasa non audit kepada perusahaan yang diaudit. Berikut ini adalah sejumlah jasa non audit yang dilarang :
a. Pembukuan dan jasa lain yang berkaitan.
b. Desain dan implementasi sistem informasi keuangan.
c. Jasa appraisal dan valuation
d. Opini fairness
e. Fungsi-fungsi berkaitan dengan jasa manajemen
f. Broker, dealer, dan penasihat investasi
·         Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan

sebelum melakukan audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini karena definisinya diperluas, yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit committee.
·         Melarang KAP memberikan jasa audit jika audit partnernya telah memberikan jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien tersebut.
·         KAP harus segera membuat laporan kepada audit committee yang menunjukkan kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif perlakuan-perlakuan akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan manajemen perusahaan, pemilihannya oleh manajemen dan preferensi auditor.
·         KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chief accounting officer, controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut setahun sebelumnya.

3.      SOX melarang pemusnahan atau manipulasi dokumen yang dapat menghalangi investigasi pemerintah kepada perusahaan yang menyatakan bangkrut. Selain itu, kini CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan yang mereka laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan semua informasi yang dilaporkan adalah wajar dan tidak ada kesalahan material. Sebagai tambahan, menjadi semakin banyak ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini.

4.       International Federation Accountants (IFAC), pada akhir tahun 2001 merevisi kode etik bagi para akuntan yang bekerja agar menjadi whitstleblower sebagai berikut “ para profesional dituntut bukan hanya bersikap profesional dalam kaidah-kaidah aturan profesi saja tetapi profesional juga dalam menyatakan kebenaran pada saat masyarakat akan dirugikan atau ada tindakan-tindakan perusahaan yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku”.

5.      AICPA dan The Big Five KAP di Amerika mendukung inisiatif Reform yang melarang KAP untuk menawarkan jasa internal audit dan jasa konsultasi lainnya kepada perusahaan yang menjadi klien audit KAP yang bersangkutan.

6.      Jhon Whitehead dan Ira Millstein, ketua bersama Blue Ribbon Committe SEC,mengeluarkan rekomendasi tentang perlunya kongres menyusun Undang-Undang yang mengharuskan perusahaan Go Public melaksanakan dan melaporkan ketaatanyan terhadap pedoman corporate governance.

7.      Securities Exchange Commission (SEC) dan New York Stock Exchange (NYSE), menyerukan bahwa auditor internal harus lebih mempertajam peran dalam pemeriksaan ketaatan, mengelola resiko, dan mengembangkan operasi bisnis, dan setiap perusahaan diwajibkan untuk memiliki fungsi audit intern (James : 2003).

BIG FOUR
Kasus kolapsnya Enron telah menyeret Arthur Andersen, yang mengadit laporan keunagan Enron, ke dalam serangkaian penyelidikan oleh otoritas bursa US. Hasil penyelidikan menyimpulkan Arthur Andersen terlibat dalam skandal tersebut. Kantor akuntan Arthur Andersen didakwa melawan hukum karena menghancurkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengauditan Enron, dan menutup-nutupi kerugian jutaan dolar. Hasil keputusan hukum secara efektif menyebabkan kebangkrutan global dari bisnis Arthur Andersen. Kantor akuntan di seluruh dunia yang berada di bawah bendera Arthur Andersen seluruhnya dijual dan kebanyakan menjadi anggota kantor akuntan internasional lainnya. Di UK, para partner Arthur Andersen setempat kebanyakan bergabung dengan Ernst & Young dan Deloitte Touche Tohmatsu. Di Indonesia, para partner Arthur Andersen pada akhirnya bergabung dengan Ernst & Young.
The big 4 selengkapnya adalah:
1.       Ernst & Young
2.       Deloitte Touche Tohmatsu
3.       KPMG
4.       PricewaterhouseCoopers

Sumber :