Selasa, 17 Februari 2015

Koperasi di Indonesia (Tulisan 22)

Konsep koperasi adalah konsep umum yang berlaku di seluruh dunia. Ciri khas koperasi dapat dipandang sebagai jati diri yang sejak kelahirannya hingga dewasa ini tetap eksis meskipun politik, ekonomi, social dan budaya dunia mengalami berbagai perubahan. Menurut Ibnoe Sudjono (1997 : 2-5) kekhasan (ciri khas) koperasi secara universal dapat dicirikan ke dalam tiga hal, yakni :


1. Nilai-nilai sosial merupakan bagian integral prinsip-prinsip koperasi. Hal ini mengandung pengertian bahwa prinsip-prinsip koperasi yang ditegakkan merupakan koreksi terhadap sistem kapitalisme yang mengagungkan
individualisme, profit motive, kebebasan, serta persaingan. Prinsip-prinsip koperasi juga menolak faham komunisme, yang mengagungkan “sama rasa sama rata”, tidak diakuinya hak milik perseorangan, serta individu merupakan buruh Negara. Nilai-nilai social yang dijunjung koperasi merupakan nilai universal antara
lain kebersamaan, demokrasi/kesamaan hak, kesejahteraan bersama serta keadilan social.

2. Koperasi merupakan kumpulan orang-orang (people based-association). Koperasi dapat dipandang sebagai perkumpulan dan juga sebagai perusahaan. Koperasi sebagai kumpulan orang inilah yang membedakan dengan perusahaan kapitalistik sebagai perusahaan kumpulan modal/saham (capital based-corporation). Dalam koperasi yang dipentingkan eksistensi orang-orang dan bukan modalnya.

3. Prinsip-prinsip koperasi merupakan garis pemandu atau penuntun pelaksanaan kegiatan usaha koperasi, di mana pengendalian dilakukan secara demokratis dan surplus ekonomi dibagikan atas besar-kecilnya jasa anggota terhadap koperasi. Sedangkan surplus ekonomi yang berasal bukan dari anggota tidak boleh dibagikan untuk anggota, melainkan harus digunakan untuk memajukan dan mengembangkan koperasi guna meningkatkan pelayanan kepada anggota.

Menurut Subiyakto Tjakrawerdaja (2007) ide koperasi sebenarnya bukan berasal dari Indonesia, melainkan berasal dari negara Eropa. Oleh sebab itu, peran koperasi di Indonesia berbeda dengan di negara lain. Di berbagai Negara, koperasi dijadikan sebagai salah satu bentuk dari suatu badan usaha yang dimiliki oleh banyak orang, dengan prinsip satu anggota satu suara. Koperasi Indonesia tidak hanya sekedar itu, melainkan masih diberikan peran yang strategis dalam pembangunan yakni sebagai sarana untuk pengentasan kemiskinan. Konsep koperasi merupakan konsep umum dunia, namun ketika koperasi akan diterapkan di Indonesia yang digagas oleh Bung Hatta muncul perbedaan yang mendasar tentang konsep Koperasi Indonesia. Koperasi Indonesia tidak sekedar sebagai badan usaha seperti firma, perseroan terbatas, tetapi koperasi Indonesia merupakan agen pembangunan untuk pengentasan kemiskinan. Koperasi Indonesia mengemban misi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, koperasi Indonesia mempunyai peran untuk menyebarluaskan jiwa dan semangat koperasi untuk dapat dikembangkan pada perusahaan swasta dan negara. Adanya perbedaan peran koperasi Indonesia dengan koperasi di negara lain dilatarbelakangi bahwa koperasi di Indonesia lahir karena adanya kemiskinan struktural, di mana kemiskinan bukanlah merupakan masalah baru bagi Indonesia dan di lain pihak sebagian besar penduduk Indonesia masih berada dalam kategori miskin.

Oleh sebab itu, perlu adanya usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia atas peran dan manfaat koperasi untuk meningkatkan taraf hidup warga masyarakat dengan cara memberikan contoh untuk meyakinkan bahwa sesungguhnya koperasi mampu mengelola usaha dengan baik sehingga memberikan kesejahteraan kepada anggota. 

Di Jepang, koperasi difungsikan sebagai wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Di pedesaan Jepang, koperasi telah mampu menggantikan fungsi bank sehingga koperasi pedesaan ini dikenal sebagai “bank rakyat” , di mana koperasi tersebut dalam menjalankan aktivitasnya telah menerapkan system perbankan.
Di Indonesia, banyak juga koperasi yang berhasil, dan merupakan perusahaan yang besar dan handal, antara lain: GKBI yang bergerak di bidang usaha batik, Kopti yang bergerak di bidang usaha tahu dan tempe; serta KOSUDGAMA koperasi yang berbasis di perguruan tinggi dan KUD pada era pemerintahan Orde Baru mampu
menjaga kestabilan komoditi beras. Namun demikian, masih banyak juga koperasi yang kinerjanya tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan, sehingga menyebabkan trauma dan citra koperasi menjadi negative. Beberapa faktor penyebabnya antara lain adalah:

1. Ketidakmampuan koperasi menjalankan fungsi yang dijanjikan. Banyak alasan mengapa orang-orang menginginkan terbentuknya koperasi, antara lain untuk memperoleh pelayanan usaha yang optimal. Dengan berkoperasi, para anggota menginginkan dapat memperoleh barang-barang kebutuhan pokok dan barangbarang
kebutuhan usaha secara tepat waktu dan harga yang relative lebih murah, memperoleh pinjaman dengan syarat yang lebih mudah, dapat menjual produk dengan harga yang menguntungkan, meningkatkan posisi tawar terhadap pihak lain, dapat mengembangkan usaha lanjutan (misalnya pengolahan dan pemasaran) serta meningkatkan kekuatan dalam menghadapi praktek monopoli maupun persaingan. Apabila koperasi tidak mampu menjalankan fungsinya untuk mewujudkan apa yang diharapkan anggotanya, sudah barang tentu para anggota
merasa kecewa yang akhirnya muncul citra yang kurang baik terhadap koperasi.

2. Adanya penyimpangan kegiatan usaha tidak sesuai dengan kepentingan anggota. Dalam perkembangannya, jika tidak hati-hati dapat terjadi penyimpangan kegiatan koperasi yang lebih mengutamakan kepentingan pengurus atau investor, sehingga kebijaksanaan yang diambil justru digunakan untuk membela dan melindungi kepentingan pengurus/investor. Sebagai contoh dalam koperasi simpan pinjam, penerapan bunga pinjaman yang relatif tinggi kepada anggota, dengan maksud dapat membayar bunga yang relatif tinggi terhadap para penabung/investor. Contoh lain, koperasi dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu.

3. Kualitas sumber daya manusia yang rendah. Suatu organisasi termasuk koperasi akan dapat maju dan berkembang apabila didukung oleh sumber daya yang berkualitas, khususnya untuk pengurus atau pengelola. Perlu disadari bersama bahwa koperasi bukan merupakan organisasi social yang usahanya memberikan
santunan, bantuan cuma-cuma, bantuan social dan sebagainya. Adalah keliru, jika seseorang ingin menjadi anggota koperasi dengan maksud untuk memperoleh bantuan. Koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berwatak social, sehingga dalam menjalankan kegiatannya tetap berpegang pada prinsip-prinsip bisnis, berusaha mengembangkan usaha, memperoleh keuntungan, bertindak rasional, mencari dan memanfaatkan peluang dengan tetap memperhatikan pelayanan dan kepentingan anggota. Sebagai organisasi ekonomi, koperasi memerlukan pengurus/pengelola yang berkualitas, sehingga mampu menjalankan manajemen organisasi dan usaha yang baik, kreatif, inovatif dan mampu menjalin komunikasi ke berbagai pihak. Sebaliknya jika pengurus/pengelola koperasi tidak berkualitas, maka pengelolaan usaha dilakukan seadanya, hasil usaha yang dicapai rendah atau usahanya tidak berkembang. Jika usaha koperasi tidak berkembang, para anggota merasa dirugikan, akibatnya mereka merasa berkoperasi tidak ada manfaatnya sehingga citra koperasi menjadi kurang baik.

4. Pengawas bekerja tidak optimal. Pengawas atau badan pemeriksa dipercaya oleh rapat anggota ditugasi melakukan monitoring dan pengawasan jalannya kehidupan koperasi baik organisasi, usaha, maupun administrasi pembukuan. Adanya pengawas diharapkan dapat menyelamatkan harta kekayaan milik organisasi, anggota maupun stakeholder yang lain. Untuk itu pengawas harus melakukan pemeriksaan secara rutin, baik yang dilakukan secara mendadak maupun periodik dan selanjutnya melakukan tindak lanjut apabila ditemukan adanya penyimpangan. Kenyataannya, banyak pengawas yang tidak optimal dalam menjalankan tugasnya, tidak melakukan pemeriksaan secara dini, hanya memeriksa sekali setahun dan dilakukan secara sekilas. Akibatnya tidak diketahui adanya penyimpangan yang terjadi. Tidak berfungsinya pengawas memungkinkan terjadinya penyimpangan sehingga koperasi menderita kerugian.

5. Pengurus/pengelola tidak jujur. Kejujuran berkaitan dengan sikap mental dan moral. Banyak koperasi yang mengalami kebankrutan karena pengurus/ pengelolanya bersikap korup, ingin memperkaya diri serta memanfaatkan fasilitas koperasi untuk memenuhi kepentingan diri sendiri atau golongan.

Menjaga dan Mengembangkan Eksistensi Koperasi

Menurut Bayu Krisnamurti (2007), ada beberapa faktor fundamental yang mempengaruhi eksistensi koperasi, yakni :
1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri. Setiap orang memiliki kebutuhan untuk memperbaiki ekonominya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Untuk itu, perlu ada kesadaran bagi setiap anggota koperasi untuk mengembangkan diri secara mandiri di mana koperasi difungsikan sebagai fasilitator. Dengan demikian, di dalam koperasi perlu dikembangkan kesadaran kolektif dan kemandirian.

2. Koperasi akan berkembang apabila terdapat kebebasan (independency) dan otonomi untuk berorganisasi. Struktur organisasi, jenis kegiatan harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anggota. Pendirian koperasi hendaknya dikembangkan berdasarkan pendekatan bottom-up, dari bawah, atas kesadaran diri, sehingga munculsense of belonging dan bukan bersifat top-down yang ditentukan oleh faktor eksternal.

3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pemahaman nilai-nilai koperasi. Koperasi memiliki nilai-nilai atau prinsip-prinsip dasar yang tidak dimiliki oleh organisasi lain. Oleh sebab itu, para stakeholder koperasi perlu memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai koperasi sebagai pilar utama dalam kehidupan koperasi. Nilai-nilai koperasi itu, antara lain berupa keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan dan kepedulian pada masyarakat. Selanjutnya nilai-nilai koperasi itu hendaknya diimplementasikan dalam mengembangkan koperasi, dan jika hal ini dapat dilakukan niscaya dukungan anggota dan masyarakat akan semakin meningkat yang pada gilirannya dapat menumbuhkan citra positif.

4. Adanya kesadaran dan kejelasan tentang keanggotaan. Setiap anggota koperasi maupun masyarakat perlu memahami dan mengetahui secara jelas tentang hak, kewajiban serta manfaat berkoperasi. Jika setiap anggota telah memahaminya secara jelas, diharapkan akan meningkatkan loyalitas sehingga mereka akan selalu memanfaatkan koperasinya dalam setiap memenuhi kebutuhannya.

5. Koperas akan eksis, apabila mampu mengembangkan kegiatan usaha yang (a) luwes sesuai kepentingan anggota; (b) berorientasi pada pelayanan anggota; (c) berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota; (d) mampu menekan biaya transaksi antara koperasi dengan anggota lebih kecil dibanding biaya transaksi non koperasi; dan (e) mampu mengembangkan modal koperasi maupun modal anggota.

Bagaimana Membangun Citra Koperasi

Kita sadar, dewasa ini citra koperasi di mata masyarakat kurang baik sehingga masyarakat cenderung memberi kesan negative terhadap koperasi. Hal ini disebabkan banyak koperasi yang gagal, banyak koperasi yang disalahgunakan oleh Pengurus, dan banyak koperasi yang tidak professional. Oleh sebab itu, kita tidak perlu terkejut atau heran terhadap berbagai atribut yang berupa ejekan yang diarahkan pada koperasi. Berbagai ejekan tersebut, antara lain pengertian koperasi diartikan menjadi “kuperas-i”; koperasi diidentikan dengan “korupsi”, KUD diartikan “Ketua Untung Dulu”; “Kamu Utang Dulu” dan sebagainya. Terhadap ejekan tersebut Pengurus koperasi tidak perlu “kebakaran jenggot”, melainkan Pengurus perlu menunjukkan kinerja yang baik dalam pengelolaan koperasi. Jika Pengurus mampu menunjukkan bukti-bukti keberhasilan koperasi, maka lama kelamaan perasaan sinis dan citra negative secara perlahan-lahan akan hilang dengan sendirinya.

Upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki dan membangun citra koperasi antara lain, sebagai berikut :
1. Pemerintah perlu mensosialisasikan kembali hakikat dan substansi pasal 33 UUD 1945, di mana perekonomian disusun berdasarkan atas asas kekeluargaan. Istilah disusun mengindikasikan pemerintah harus bertindak aktif menyusun, mengatur dan mengusahakan ke arah perekonomian yang didasarkan atas demokrasi ekonomi dan jangan membiarkan perekonomian tersusun sendiri atas kekuatan pasar.

2. Pemerintah perlu memiliki political will yang kuat terhadap eksistensi dan pengembangan koperasi sebagai sarana membangun perekonomian nasional menuju pada keadilan dan kesejahteraan social. Untuk itu, berbagai peraturandan kebijaksanaan ekonomi diharapkan dapat menumbuhkan iklim yang kondusif bagi pengembangan koperasi, memberikan kepastian usaha , memberikan perlindungan terhadap koperasi, menciptakan kondisi persaingan yang sehat, dalam pelaksanaan mekanisme pasar (UU No. 25 Tahun 2000).

3. Pemerintah perlu bertindak tegas untuk memberi sangsi dan atau membubarkan organisasi yang berkedok koperasi, koperasi-koperasi yang “tidur”, koperasi yang tidak sehat, dan selanjutnya membina koperasi yang prospektif dan benar-benar sehat.

4. Membangun jaringan kerjasama usaha antara koperasi dengan badan usaha lain dengan dilandasi kemitraan yang saling menguntungkan. Kerjasama kemitraan tersebut antara lain dalam hal : pengadaan bahan baku, proses produksi, pemasaran, misalnya melalui program bapak angkat, joint venture, waralaba, intiplasma,
maupun subkontrak. 

5. Menyebarluaskan informasi terhadap koperasi yang berhasil melalui media massa, sehingga masyarakat mengetahui bahwa banyak koperasi yang berhasil, patut menjadi contoh dan mampu berperan dalam perekonomian local maupun nasional. Sebaliknya media pers sebaiknya mengurangi pemberitaan negative
tentang koperasi, untuk lebih menonjolkan berita positif keberhasilan koperasi dari berbagai wilayah dan berbagai jenis koperasi.

6. Meningkatkan wawasan dan nilai-nilai perkoperasian di kalangan generasi muda melalui pendidikan perkoperasian di tiap sekolah maupun lembaga pendidikan lainnya, sehingga generasi muda memahami benar tentang manfaat dan peranan koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan dan keadilan social.

7. Meningkatkan jiwa dan semangat kewirausahaan dalam koperasi, sehingga terbentuk koperasi memiliki budaya kewirausahaan, berani bersaing, serta mampu menciptakan produk yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Kesimpulan

Untuk dapat mempertahankan eksistensi koperasi, maka pengurus dan anggota koperasi senantiasa harus memahami dan mengimplementasikan jatidiri koperasi, pembentukan koperasi atas dasar kesadaran anggota (bottom-up), kegiatan usaha luwes dan sinergis dengan kebutuhan anggota, pengurus jujur dan bekerja keras,
berorientasi pada pelayanan anggota dan mampu menciptakan biaya transaksi antara koperasi dengan anggota lebih rendah dibanding biaya transaksi antara anggota dengan non koperasi. 

Untuk membangun kembali citra koperasi, pemerintah perlu secara konsekuen melaksanakan amanat pasal 33 UUD 1945, meningkatkan political will dengan menciptakan kebijaksanaan guna melindungi koperasi dan memberikan iklim yang kondusif, meningkatkan kerjasama kemitraan antar badan usaha, mengurangi pemberitaan negatif dan menonjolkan pemberitaan positif tentang koperasi, menanamkan jiwa dan semangat koperasi melalui pendidikan serta meningkatkan wawasan dan semangat kewirausahaan dalam pengelolaan koperasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar