Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam menilai tidak tercapainya target penerimaan pajak selama sepuluh tahun terakhir ini disebabkan salah satunya pimpinan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan yang tidak memiliki pengetahuan cukup soal hukum pajak.
Buktinya, lanjut dia, sengketa pajak di pengadilan pajak hingga hari ini sudah mencapai 17.000 kasus. Dia pun berharap Dirjen Pajak yang terpilih nantinya memiliki pengetahuan soal ilmu perpajakan yang paling mumpuni.
“Pajak itu ilmu multidisiplin. Tapi yang menjadi panglimanya adalah hukum pajak,” ucap Darussalam di Jakarta
Terkait dengan proses seleksi Dirjen Pajak yang digelar Kemenkeu saat ini, dia hanya berharap pejabat yang terpilih berasal dari internal Kemenkeu. Menurut dia, orang internal lebih paham situasi. “Dua periode kemarin bukan dari internal. Inilah saatnya kembali,” imbuh Darussalam.
Meski begitu, dia melanjutkan, tidak menutup kemungkinan Dirjen Pajak nantinya diisi oleh orang eksternal Kemenkeu. “Kalaupun dari eksternal dia harus paham pajak,” kata Darussalam.
Di samping mendapatkan pemimpin yang mengerti soal pajak, Darussalam memandang ada yang perlu dibenahi dari sistem pelaporan (assesment) pajak. Jika ini dibenahi, diharapkan target penerimaan pajak terealisasi seluruhnya. Selama ini setiap individu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya. Padahal, DJP tidak memiliki data transaksi wajib pajak.
“Bagaimana DJP bisa melakukan pengawasan, apakah si WP berbohong atau tidak,” imbuh dia.
Sebetulnya, dia menambahkan, DJP diberikan kewenangan berdasarkan UU Pajak untuk mendapatkan data informasi dari pihak ketiga, seperti bank. Sayangnya, justru DJP lah yang selama ini membatasi diri untuk memanfaatkan kewenangannya itu.
“Kan boleh minta ke bank untuk pemeriksaan dan penagihan. Buka data rekening bank harusnya otomatis bukan by request. Bank wajib memberikan data transakasi,” tukas Darussalam.
Buktinya, lanjut dia, sengketa pajak di pengadilan pajak hingga hari ini sudah mencapai 17.000 kasus. Dia pun berharap Dirjen Pajak yang terpilih nantinya memiliki pengetahuan soal ilmu perpajakan yang paling mumpuni.
“Pajak itu ilmu multidisiplin. Tapi yang menjadi panglimanya adalah hukum pajak,” ucap Darussalam di Jakarta
Terkait dengan proses seleksi Dirjen Pajak yang digelar Kemenkeu saat ini, dia hanya berharap pejabat yang terpilih berasal dari internal Kemenkeu. Menurut dia, orang internal lebih paham situasi. “Dua periode kemarin bukan dari internal. Inilah saatnya kembali,” imbuh Darussalam.
Meski begitu, dia melanjutkan, tidak menutup kemungkinan Dirjen Pajak nantinya diisi oleh orang eksternal Kemenkeu. “Kalaupun dari eksternal dia harus paham pajak,” kata Darussalam.
Di samping mendapatkan pemimpin yang mengerti soal pajak, Darussalam memandang ada yang perlu dibenahi dari sistem pelaporan (assesment) pajak. Jika ini dibenahi, diharapkan target penerimaan pajak terealisasi seluruhnya. Selama ini setiap individu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya. Padahal, DJP tidak memiliki data transaksi wajib pajak.
“Bagaimana DJP bisa melakukan pengawasan, apakah si WP berbohong atau tidak,” imbuh dia.
Sebetulnya, dia menambahkan, DJP diberikan kewenangan berdasarkan UU Pajak untuk mendapatkan data informasi dari pihak ketiga, seperti bank. Sayangnya, justru DJP lah yang selama ini membatasi diri untuk memanfaatkan kewenangannya itu.
“Kan boleh minta ke bank untuk pemeriksaan dan penagihan. Buka data rekening bank harusnya otomatis bukan by request. Bank wajib memberikan data transakasi,” tukas Darussalam.
Kesimpulan : Seharusnya DJP memberikan wewenang berdasarkan UU Pajak untuk mendapatkan data informasi dari pihak ketiga dan bank wajib memberikan data transaksinya saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar