Tantangan perekonomian Indonesia
secara makro cukup berat ke depan. Di era globalisasi saat ini, pergerakan dan
kebijakan ekonomi luar negeri, bakal mempengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, Indonesia
harus mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan ekonomi yang terjadi.
“Salah satu tantangan yang menanti di
depan mata adalah risiko turbulensi di pasar keuangan global, yang dapat dipicu
oleh kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, the Fed fund rate.
Cepat atau lambat, sebagaimana yang diperkirakan oleh banyak pihak, normalisasi
kebijakan tersebut akan terjadi,” kata Agus Marto di depan Jokowi, para
menteri, dan sejumlah bankir, di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (20/11/20140.
Kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS), sekecil apa pun, akan
mengubah keseluruhan konstelasi geo-moneter.
Agus Marto mengatakan, akan terjadi penilaian ulang terhadap risiko
investasi dan valuasi aset finansial di pasar global yang akan mengikuti
kenaikan the Fed-fund rate, ini dapat memicu pergeseran penempatan investasi
portofolio lintas negara.
“Sebagai akibatnya, likuiditas dolar AS dapat mengetat terutama di
negara-negara dengan fundamental ekonomi yang lemah. Bagi Indonesia,
normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat dapat berimplikasi pada
berkurangnya aliran modal masuk, yang selama ini telah memberi manfaat bagi
pembiayaan fiskal dan defisit neraca transaksi berjalan,” tutur Agus Marto.
Kemudian, Agus Marto mengatakan, BI menilai masih adanya kerentanan
atau kelemaham ekonomi Indonesia di sektor mikro. Pertama adalah tingkat utang
luar negeri korporasi yang semakin membesar, namun sebagian besarnya belum
terlindung dari risiko gejolak kurs.
Lali kedua adalah adanya akumulasi modal portofolio oleh investor
luar negeri pada obligasi negara yang sudah sangat besar. Ini dapat dengan mudah
mengalir keluar serta memicu gejolak kurs ketika terjadi guncangan dari
eksternal. Terlebih, pasar keuangan kita yang dangkal dapat memperbesar gejolak
tersebut ketika efek rambatan terjadi.
Lalu, BI melihat adanya tantangan di sektor riil, yaitu berupa kelemahan
pada struktur produksi domestik. Selama ini, Indonesia ketergantungan tinggi
pada ekspor sumber data alam (SDA) niali tambahnya rendah. Kondisi ini membuat
pertumbuhan ekonomi rentan terhadap fluktuasi harga.
“Selain itu, kemampuan kita untuk mengekspor barang bernilai tambah
tinggi, baik dengan memanfaatkan faktor produksi domestik maupun dengan impor
barang antara, juga masih sangat lemah,” jelas Agus.
Kesimpulan : Kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS),
sekecil apa pun, akan mengubah keseluruhan konstelasi geo-moneter. Lalu,
BI melihat adanya tantangan di sektor riil, yaitu berupa kelemahan pada
struktur produksi domestik. Selama ini, Indonesia ketergantungan tinggi pada
ekspor sumber data alam (SDA) nilai tambahnya rendah. Kondisi ini membuat
pertumbuhan ekonomi rentan terhadap fluktuasi harga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar