Wisata kuliner cokelat belum menjadi ikon pariwisata Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Louis Tanuhadi, Ambassador Tulip The Embassy of Chocolate. Wisata cokelat di Indonesia belum dilirik wisatawan domestik maupun asing.
“Kalau berbicara ikon pariwisata cokelat, pemerintah Indonesia yang harus turun tangan. Seperti contoh di Malaysia, ada yang namanya wisata cokelat yang dikelola swasta,” kata Louis kepadaKompas Travel, Selasa, (17/02/2015).
Ia menambahkan Indonesia hanya dipandang sebagai penghasil kakao. Di mata dunia, Indonesia belum dilihat sebagai penghasil cokelat yang baik. Apalagi, lanjutnya, di level pemerintah, belum ada ahli-ahli di bidang cokelat.
“Kita sendiri belum memiliki peraturan yang baku dari pemerintah tentang cokelat. Peraturan yang mengatur tentang pembuatan cokelat," kata pria yang juga berprofesi sebagai koki ini.
Ia juga menuturkan bahwa di Indonesia ada dua jenis cokelat. Yang pertama disebut cokelat, yang dibuat dari minyak lemak buah kakao. Sementara yang kedua, cokelat compound, yang dibuat dari minyak kelapa sawit. Jenis cokelat kedua ini beredar sekitar 70-80 persen di pasaran.
Hal ini, tambahnya, menjadi kendala ketika wisatawan asing mencoba jenis cokelat di Indonesia. Menurutnya, para wisatawan asing khususnya dari Eropa menganggap cokelat Indonesia berkualitas jelek. Padahal jenis cokelat yang mereka makan adalah jenis cokelat compound, bukan cokelat yang asli terbuat dari lemak buah kakao.
Ia menegaskan jika wisata kuliner cokelat ingin maju dan diakui, masyarakat Indonesia harus berusaha mengubah persepsi tentang cokelat terlebih dahulu. "Sebenarnya Indonesia berpeluang dalam pengembangan wisata cokelat. Tinggal kita memilih konsentrasi di mana. Apakah mau konsentrasi di volume atau kualitas cokelat," ujarnya.
“Kalau berbicara ikon pariwisata cokelat, pemerintah Indonesia yang harus turun tangan. Seperti contoh di Malaysia, ada yang namanya wisata cokelat yang dikelola swasta,” kata Louis kepadaKompas Travel, Selasa, (17/02/2015).
Ia menambahkan Indonesia hanya dipandang sebagai penghasil kakao. Di mata dunia, Indonesia belum dilihat sebagai penghasil cokelat yang baik. Apalagi, lanjutnya, di level pemerintah, belum ada ahli-ahli di bidang cokelat.
“Kita sendiri belum memiliki peraturan yang baku dari pemerintah tentang cokelat. Peraturan yang mengatur tentang pembuatan cokelat," kata pria yang juga berprofesi sebagai koki ini.
Ia juga menuturkan bahwa di Indonesia ada dua jenis cokelat. Yang pertama disebut cokelat, yang dibuat dari minyak lemak buah kakao. Sementara yang kedua, cokelat compound, yang dibuat dari minyak kelapa sawit. Jenis cokelat kedua ini beredar sekitar 70-80 persen di pasaran.
Hal ini, tambahnya, menjadi kendala ketika wisatawan asing mencoba jenis cokelat di Indonesia. Menurutnya, para wisatawan asing khususnya dari Eropa menganggap cokelat Indonesia berkualitas jelek. Padahal jenis cokelat yang mereka makan adalah jenis cokelat compound, bukan cokelat yang asli terbuat dari lemak buah kakao.
Ia menegaskan jika wisata kuliner cokelat ingin maju dan diakui, masyarakat Indonesia harus berusaha mengubah persepsi tentang cokelat terlebih dahulu. "Sebenarnya Indonesia berpeluang dalam pengembangan wisata cokelat. Tinggal kita memilih konsentrasi di mana. Apakah mau konsentrasi di volume atau kualitas cokelat," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar