Tiba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, kami langsung menuju Museum Balaputra Dewa, untuk mengetahui sejarah Sumatera Selatan khususnya Palembang, mulai dari jaman pra-sejarah hingga revolusi kemerdekaan. Sejumlah peninggalan sejarah seperti artefak, prasasti, koin kuno dan senjata dipamerkan di museum tersebut, meski sebagian peninggalan hanya imitasi lantaran yang asli telah dipindahkan ke Museum Nasional di Jakarta.
Petualangan kuliner dimulai dari Rumah Makan Sri Melayu, yang khusus menyajikan kuliner khas Melayu. Sambal tempoyak (sambal duren), sambal mangga, brengkes tempoyak ikan patin, ikan goreng belida dan tentu saja pindang ikan patin, tersaji di rumah makan yang diklaim menyajikan kuliner khas melayu terbaik.
Bagi penyuka duren, tentunya tidak akan melewatkan untuk mencicipi sambel tempoyak dan juga brengkes tempoyak ikan patin. Brengkes tempoyak mirip dengan pepes yang dibungkus dengan daun pisang. Ketika dibuka langsung menyembul wangi sambal duren berwarna oranye yang membalur daging ikan patin. Rasanya agak pedas, asam dan pastinya enak dimakan dengan nasi hangat.
Begitupun dengan pindang patin. Kuliner khas melayu ini sangat segar kuahnya dan tidak begitu pedas, karena terdapat irisan nanas, daun bawang, daun kemangi, cabe rawit dan tentu saja ikan patin. Disajikan langsung di wadah kecil dengan penghangat, membuat yang mencicipinya akan terus menyeruput kuahnya hingga tandas.
Tidak hanya di Sri Melayu, kami juga mencicipi sajian ikan patin di 2 restoran yang berbeda, yaitu di Rumah Makan Pindang Yu Kris dan di Rumah Makan Pindang Meranjat Bu Ocha. Jika tidak menyukai pindang ikan patin, bisa juga mencicipi pindang udang satan atau udang gala di Rumah Makan Pindang Yu Kris, dengan sensasi rasa yang tidak kalah nikmatnya dengan ikan patin.
Kami juga tidak melewatkan untuk menikmati Martabak Haji Abdul Razak atau lebih populer dengan nama Martabak HAR 777. Mengapa disertai angka 777? Karena restoran tersebut berdiri sejak 7 Juli 1947 oleh Haji Abdul Razak. Martabak yang terbuat dari adonan tepung plus telor bebek setengah matang, wajib dimakan selagi panas dengan dicocol ke kuah kari. Martabak HAR juga telah banyak ditemui cabangnya di sejumlah kota, termasuk Jakarta.
Ke Palembang jika tidak mencicipi pempek, ya tidak afdol. Selama tiga hari di Palembang, kami juga menyambangi 3 restoran pempek yang dianggap terbaik, yaitu Pempek Beringin, Pempek Sudi Mampir dan Pempek Vico. Semua jenis pempek seperti kapal selam, lenjer, model, kulit, adaan baik direbus, digoreng atau dipanggang tidak terlewatkan di lidah.
Ada perbedaan mencolok saat mencicipi pempek di Jakarta dengan Palembang. Di Jakarta atau mungkin di kota lainnya, umumnya pempek dihidangkan dengan digoreng, kemudian diguyur kuah cuka dengan dilengkapi mie, ketimun dan sejumput ebi. Namun di Palembang, pempek umumnya disajikan dengan direbus tanpa mie dan ketimun. Cara makannya pun pempek dicocol ke kuah cuka dan jika kurang puas, maka kuahnya langsung disruput atau diminum. Maka dari itu disediakan mangkuk kecil untuk menyeruput atau meminum kuah cuka tersebut.
“Pempek yang digoreng sepertinya untuk menyesuaikan selera penikmat pempek. Namun di Palembang, pempek biasanya disajikan dengan direbus dengan mencocolnya ke kuah cuka atau diminum langsung, “ kata Rima, pramuwisata yang menemani kami selama di Palembang.
Pempek juga dianggap sebagai makanan ‘wajib’ oleh orang Palembang mengalahkan nasi. Sarapan pun mereka makan pempek. “Kami (orang Palembang) di sini rasanya seperti belum makan jika lidah belum kena pempek,” tambah Rima.
Selain ke Museum Balaputra Dewa, tempat wisata lain yang wajib dikunjungi adalah Bukit Siguntang, tataran tertinggi di Palembang karena berada di ketinggian 27 meter dari atas permukaan laut, yang diyakini jika nenek moyang orang melayu pertama kali turun di bukit tersebut.
Tidak lupa juga untuk menyusuri Sungai Musi menuju Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Jembatan Ampera ini berada di tengah Sungai Musi. Selain terdapat sebuah Klenteng dan Pagoda, yang ramai dikunjungi saat Tahun Baru Imlek untuk beribadah, di pulau ini juga terdapat petilasan seorang putri raja bernama Siti Fatimah dan suaminya seorang saudagar Tiongkok, Tan Bun An, dan dua pengawalnya. Konon, jasad mereka tidak ditemukan saat menyelam di Sungai Musi, untuk menyelamatkan emas dan perhiasan hadiah yang tak sengaja dibuang oleh Tan Bun An.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar